Ketetapan ini secara langsung membawa dampak pada sejumlah partai politik (parpol) untuk mempromosikan diri agar dapat memenangkan kompetisi baik yang dilakukan kader partai maupun parpolnya dalam mengusung calon yang digadang-gadang akan mengantikan tongkat kepemimpinan SBY. Untuk meraih impian tersebut, penulis akui tak semudah membalikan telapak tangan. Seperti yang dilakukan Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah menargetkan perolehan suara pada Pemilihan Umum 2014 di angka 10 persen. Dalam pernyatannya Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Bima Arya, mengatakan bahwa PAN telah meargetkan 56 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Guna mencapai target tersebut, menurutnya PAN telah menargetkan masing-masing daerah pemilihan (dapil) bisa mendapatkan minimal satu kursi di DPR. Sehingga nantinya, akan memiliki 77 kursi di DPR RI.
Penilaian penulis, Jika dilihat dari dukungan yang begitu deras diberikan kepada Partai Berlambang Matahari terbit ini, dapat saja terwujud. Namun bukan berarti dengan mudahnya PAN melenggang bebas memasuki kemenangan. Hambatan pun mengintai pencapaian target yang telah didengung-dengungkan. Meski saat ini PAN telah diperkuat dengan adanya kehadiran beberapa partai politik yang dinyatakan tidak lolos menggambungkan diri dengan PAN, di antaranya Partai Serikat Rakyat Independen (SRI), Partai Kedaulatan, Partai Republik, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Buruh, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Karya Republik (Pakar), Partai Kongres, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), dan Nasional Republik (Nasrep).
Bukan itu saja, kehadiran Partai Damai Sejahtera (PDS) dalam mendukung Hatta Rajasa di 2014 pun, menjadi catatan tersendiri. PAN selama ini merupakan sebuah partai Islam terbesar di Indonesia, partai dengan pemilih mayoritas kalangan muslim dan Muhammadiyah, namun sesuai dengan perkembangan zaman PAN kini telah menyatakan dirinya sebagai salah satu partai nasionalis. sementara PDS adalah partai dengan mayoritas pemilih kalangan kristian.
Bahkan ketika membuka Indonesia Young Leader Forum 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa dirinya bukan calon presiden 2014. Selain itu, ia juga menekankan, anak dan isterinya juga takkan mencalonkan diri di pilpres mendatang. Pernyataan ini mengandung makna tersendiri bagi masa depan PAN.
Namun jika melirik kebelakang, fakta telah menunjukan pada pemilu 1999 PAN hanya meraih dukungan 7,12%. kemudian pada pemilu 2004 hanya meraih 6,44% dan terus mengalami penurunan hingga pada pemilu 2009, hanya mampu meraih 6,01%.
Fenomena penurunan yang dihadapi partai berlambang matahari ini dipastikan disebabkan berubahnya haluan partai tersebut. Seperti kita ketahui, di awal pendiriannya tahun 1998 silam, sejumlah tokoh yang cukup terkenal dinegeri ini menjadi bagian dari partai tersebut. Sebut saja, Amien Rais, Gunawan Muhammad, Faisal Basri, Bara Hasibuan, Indra J Piliang dan tokoh hebat lainnya. Selain tokoh yang teruji secara moralitas dan integritas, kalangan PAN kala itu identik dengan tokoh akademik cerdik cendekia
Kehebatan PAN akhirnya sirnah ketika kepemimpinan Soetrisno Bachir, pengusaha batik asal Pekalongan, wajah PAN berubah drastis. PAN yang mulanya intim dengan Muhammadiyah, saat itu mengalami hubungan tak harmonis.
Keterpurukan partai berlambang matahari tersebut semakin menghawatirkan. PAN tak identik lagi dengan kesan intelektual seperti awal pendiriannya. Bahkan, menjelang Pemilu 2009, PAN pun mendapat plesetan tak sedap dengan akronim Partai Artis Nasional (PAN). Itu karena partai tersebut, memasukkan artis secara massal di daftar caleg PAN. Kenyataan ini menunjukan bahwa kemampuan PAN dalam memberikan keyakinan kepada masyarakat sangat menentukan masa depan partai berlambang matahari terbit ini. Apa lagi kompetisi 2014 ini terdiri dari kadidat yang syarat akan pengalaman dan didukung oleh partai-partai besar.
PAN yang selama ini identik dengan Muhammadiyah, ternyata untuk mengusung Hatta 2014, ternyata tidak mendapatkan dukungan. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, dengan tegas membantah rumor dukungan Muhammadiyah terhadap Hatta Rajasa yang maju sebagai calon Presiden 2014 mendatang, alasannya organisasi masyarakat Islam yang ia pimpin tidak memiliki hubungan afiliasi dengan partai politik.
Meski partai yang terlahir di era reformasi ini tercatat oleh Transparency International Indonesia (TII) bekerja sama dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagai partai yang transparans terkait permasalahan pendanaan partai politik dengan score di atas 3,00 tak menjadi jaminan partai ini mampu mencapai harapan yang diimpikan.
Kemampuan kader PAN dalam mengkomunikasikan kepentingan partai menuju 2014, penilaian penulis merupakan ujung tombak penentu dalam memenangkan kompetisi. Sangat jelas, komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik yang merupakan proses penyampaian pesan-pesan.
Penulis mengakui keberadaan komunikator Politik pada dasarnya adalah syarat yang mutlak. Karena pada hakekatnya semua orang yang berkomunikasi tentang politik, mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara. Dapat dipastikan yang menjadi komunikator utama dalam pencapaian suara PAN adalah para pengurus partai pan dan kader akar rumput dan harus mampu aktif dalam menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis PAN. Sangat jelas pada akhirnya kemampuan PAN dalam menyampaikan pesan politik kepada masyarakat luas, merupakan penentu yang paling mutlak dalam meraih kemenangan di pemilu mendatang. Jangan sampai karena target yang digaung-gaungkan, partai ini terlena dan hanya mampu menjadi juru kunci semata. Dapat dipastikan jika hal ini terjadi PAN akan terlikuidasi pada pemilu selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar